Rabu, 25 Februari 2009

Aku Ingin Hidup ( 2 )

Sejak enam bulan yang lalu mama sibuk dengan hura hura nya, aku tidak pernah lagi merasakan dekapan mama saat malam hari aku akan membaringkan diri.
Semua berawal dari kedatangan pria ber mobil itu yang terus menjemput mama. Aku tahu, mama membutuhkan uang untuk membelikan ku susu dan untuk membiayai kebutuhan orang orang di rumah yang bergantung padanya. Tetapi, apakah harus dengan cara hura hura setiap malam hari ?
Aku selalu terbangun setiap mendengar suara gaduh mama saat pulang. Aku selalu mendengar pertengkaran mama dengan nenek ku yang lumpuh. Aku selalu mendengar mama berbicara tidak jelas . Aku tahu, kebiasaan mama minum sampai mabuk kambuh kembali.
Sejak aku lahir, mama memang tidak pernah mabuk lagi. Tapi ketika mama harus menemani pria ber mobil itu berhari hari, kebiasaan mama ku kambuh kembali.
Aku tahu, bukan ini kemauan mama, tetapi yang aku tidak tahu kenapa mama selalu memilih jalan ini untuk mencari uang.
Aku memang ingin hidup mama, tetapi bila aku harus hidup dengan penderitaan mu, aku merasa bersalah karena nya. ( elizatri )

Rabu, 18 Februari 2009

Seluruh Hidupku ( Catatan Kecil Ibu Irma )

Hari ini aku mengenang kembali kejadian lima tahun silam saat aku mengetahui diriku hamil. Anak yang kuperoleh dengan susah payah lahir 9 bulan kemudian setelah diriku dinyatakan hamil melalui proses bayi tabung.
Saat aku menjalani proses bayi tabung itu, kurasakan berat sekali, tetapi karena sudah kupersiapkan mentalku sedemikian tegar, aku siap saat tiba waktunya. Buah dari ketekunanku menjalani program ini terjawab sudah saat dokter menyatakan diriku positif hamil.
Selama proses itu, aku harus mengorbankan diriku setiap hari disuntik jarum menyakitkan untuk hormone ku. Tetapi anehnya, hal itu tidak membuatku sakit, karena rasa bahagia ku mengalahkan rasa sakit itu.
Program yang berjalan tidak lebih dari 3 bulan itu, memasuki puncaknya saat aku diketahui hamil. Aku tahu, tanggung jawabku besar terhadap anak ini kelak. Aku tidak mau menyia nyiakan dia dengan memberinya setengah dari yang kupunya. Aku akan memberikan seluruh hidupku untuknya.
Aku tidak akan menitipkan dia kepada siapapun juga sampai aku yakin dia akan baik baik saja saat kutinggal. Karena aku masih ingin melihat anak kebanggaanku tumbuh remaja sepuluh tahun lagi. ( elizatri )

Kamis, 12 Februari 2009

Sepuluh Tahun Lagi ( Catatan Kecil Ibu Irma )

Hari itu saya melihat tetangga di depan rumah saya kedatangan tamu. Mereka berdua kedatangan seorang ibu tua menggendong anak berusia dua tahun an. Kelihatannya ibu itu adalah kerabat mereka yang baru datang dari luar kota.
Anak itu tampak lekat sekali dengan ibu tua tadi. Tampaknya sudah bagaikan perangko yang tidak mau lepas. Tetangga saya yang merupakan pasangan muda berusia dua puluhan tampak hanya menikmati kelekatan ibu tadi dengan anak yang digendongnya, mereka berusaha mengambil alih gendongan tersebut tapi anak itu hanya diam melotot.
Saya berpikir, tetangga saya adalah om dan tante dari anak itu.
Yah hal yang biasa memang, seorang anak kecil belum mau digendong oleh orang yang baru dikenalnya.
Ibu tua tadi menginap seminggu lebih di rumah tetangga saya. Selama satu minggu itu, saya melihat anak itu benar benar tidak mau lepas dari gendongan ibu tua tadi. Tetangga saya yang merupakan om dan tante anak itu juga tampak tidak pernah bermain dan mengajak bermain anak itu. Tampaknya anak itu sudah benar benar lengket dengan ibu tua tadi dan tidak bisa terpisahkan lagi.
Sampai pada hari ini, saat saya sedang berbelanja sayur di depan rumah, saya berkesempatan berbincang dengan ibu tua itu.
“Ibu..itu cucunya ya?”
“Iya mbak…ini cucu saya” jawab ibu tua tadi
“Bapak ibu nya gak ikut?” tanya saya
“Lho , bapak ibu nya kan Mas Hadi, anak saya, tetangga nya mbak, yang punya rumah ini” jawab ibu tua itu dengan menunjuk ke rumah tetangga saya .
Astaga…ternyata yang saya kira om dan tante nya itu adalah orang tuanya.
“Kenapa, gak tinggal di sini bu?”
“Orang tuanya kan sibuk kasian nanti dia gak ada yang urus, jadi saya aja yang ngurus, besok saya sudah kembali lagi sama anak ini ke kampung” jawab ibu tadi dengan polosnya.
Hmmm…jadi sebenarnya itu anak siapa ? Saya masih belum habis pikir jika saya harus berpisah dengan anak saya yang berumur empat tahun. Apalagi jika sampai anak saya tidak mau saya gendong dan saya manja…alangkah sedih nya batin saya bila itu sampai terjadi. Dan, bila itu terjadi, apakah sepuluh tahun lagi saat anak saya menginjak remaja nanti dan hidup penuh dengan gejolak seperti remaja pada umumnya, mau mendengarkan semua nasihat saya bila sejak bayi tidak ada kelekatan batin dengan saya? Kalau sudah begitu, apa yang bisa kubanggakan sebagai seorang ibu? Hhhh…saya tidak bisa membayangkan bila itu sampai terjadi. ( elizatri )

Senin, 09 Februari 2009

Bangga ( Catatan Kecil Ibu Irma )

Hari ini aku bahagia sekali. Anak ku yang berumur empat tahun memenangkan lomba foto di salah satu majalah. Tidak sia sia aku mengorbankan seluruh waktu ku untuk nya.
Hari ini aku merasakan seluruh pengorbananku sangat berarti. Semua rasa lelah saat aku harus merawatnya rasanya terbayar sudah.
Sudah empat tahun ini aku berkutat dengan kesibukan yang luar biasa. Aku mengurus semua keperluan anak ku sendiri. Bukannya aku tidak mempercayakan pengasuh, tetapi aku ingin menikmati kebersamaan dengan malaikat kecilku.
Dari mulai bayi, aku mengatur makanan sehat dan bergizi untuk nya. Sampai sekarang dia berumur empat tahun pun aku masih memperhatikan asupan makanannya. Termasuk kadang kuberikan sirup yang mengandung curcuma bila ia malas makan. Terkadang timbul perasaan jenuh dan ingin kembali bekerja di luar seperti dulu. Tetapi, aku tidak bisa meninggalkan bila melihat wajah polos nya seakan mengucapkan permohonan : “ jangan tinggalkan aku ibu”
Aku tahu, mungkin aku terlalu memanjakan dirinya dan membuat dia tidak mandiri. Tetapi, ada saatnya aku juga harus bersikap tegas padanya agar ia tidak menjadi manja dan cengeng.
Mungkin, banyak ibu ibu lain yang tidak setuju dengan pola pengasuhan ku. Mungkin mereka berpikir aku salah dalam mendidik anak ku. Aku tidak menentang ataupun menerima pemikiran mereka . Karena aku tahu dan yakin apa yang sudah aku lakukan selama ini. Dan aku juga tahu inilah kebanggaanku menjadi seorang ibu. ( elizatri )

Kamis, 05 Februari 2009

Bunga

Anak kecil itu terus berjalan, berlari, kemudian berjalan lagi. Seolah tidak mengenal kata lelah. Semua yang terlihat di depan mata disentuh, dipegang dan tak jarang dimasukkan ke mulut.
Dua manusia lanjut usia yang menjaganya sudah tampak kelelahan. Napas mereka sudah sedikit tersengal karena usia mereka yang tidak dapat lagi mengimbangi mobilitas seorang anak kecil.
Di balai pengobatan yang ramai dan padat pengunjung , anak kecil itu tetap lincah berlari lari, ia tidak memahami kenapa ia berada di situ sekarang. Ia tidak menyadari bahaya tertularnya penyakit yang akan mengancam dirinya. Ia memang tidak seharusnya berada di situ di antara orang orang sakit. Tapi, karena tidak ada yang menjaganya di rumah maka ia harus ikut mengantar nenek nya yang sakit.
Wanita lanjut usia yang sedari tadi bersama seorang kakek menjaga anak kecil itu memang sedang sakit. Ia meminta tolong suaminya untuk mengantarkannya ke balai pengobatan, jadi terpaksalah mereka berdua membawa si anak kecil turut serta.
“ cucu nya sakit apa kek?” tanya seorang pasien
“bukan cucu saya yang sakit, tapi neneknya” jawab kakek itu sambil tersengal sengal kelelahan menjaga si anak kecil yang terus bergerak
“tapi, kok di bawa ke sini yang penuh dengan orang sakit?” tanya pasien tadi sambil terbatuk batuk
“terpaksa, di rumah gak ada yang jaga”
“orang tua nya ke mana?” pasien tadi terus bertanya kali ini sambil membuang dahak nya ke tanah tempat mereka berdiri.
“cari uang, makanya dititip ke saya”
“o..begitu.. nama cucunya siapa?” tanya pasien itu lagi
“bunga” jawab kakek itu sambil masih menggandeng si anak kecil yang tidak mau diam dan ingin mengorek ngorek tanah.
“bagus sekali namanya” komentar pasien itu
“iya, karena ia dianggap sebagai bunga indah bagi kedua orang tuanya, makanya mereka berdua berusaha keras mencari uang untuk kesejahteraan anak ini”
Anak kecil yang ternyata bernama bunga itu terus berusaha melepaskan diri dari sang kakek dan ingin bermain tanah di depan nya, tanah yang sudah penuh dengan dahak penyakit.
Bunga, benarkah engkau akan hidup sejahtera kelak dengan kesibukan kedua orang tuamu yang membiarkan engkau bermain di rumah nya penyakit? ( elizatri )

Minggu, 01 Februari 2009

Berkah Hujan

Hujan di beberapa kota di Indonesia selama ini menjadi momok yang menyeramkan. Karena sudah terbayang akan banjir dan jalanan yang penuh dengan genangan air. Tak bisa dibayangkan lagi bagi para korban banjir. Mungkin ini sudah meninggalkan memori trauma tersendiri.
Tetapi, ternyata di balik memori trauma, terdapat juga suatu berkah tersembunyi bagi anak anak. Mungkin dalam hal ini tidak termasuk anak anak kota yang jarang berhujan hujan an. Berkah hanya dirasakan buat anak anak yang senang bermain dengan air hujan.
Banjir, terlihat bagaikan kolam renang luas yang bisa digunakan untuk berenang bersama teman teman. Saat orang tua, mengkerutkan dahi bagaimana cara dan harus dimulai darimana untuk membersihkan genangan air yang masuk ke dalam rumah, anak anak mereka justru tertawa tawa kegirangan bisa bermain air.
Bagi mereka, hujan, banjir dan genangan air adalah berkah. Berkah di mana mereka bisa mendapat kan fasilitas bermain air gratis, dan berkah juga buat anak anak yang menyambi menjadi ojek payung.
Saat musim hujan tiba, sudah terbayang tambahan penghasilan yang akan mereka peroleh. Dengan hanya ber modal sebuah payung, mereka akan mendapatkan uang.
Jadi pada akhirnya, bagaimana kita memandang suatu peristiwa adalah kunci dalam menentukan apakah itu suatu berkah atau kah musibah. ( elizatri )