Selasa, 27 Januari 2009

Persaingan

Rambut keriting nya bertambah keriting hari ini. Anak laki laki kecil berbadan gempal itu merasakan persaingan baru saja di mulai. Dia sudah merasakan keanehan yang mendalam semenjak perut ibunya bertambah besar. Setiap hari ia harus dipaksa mengelus elus perut besar ibu nya dan harus mengatakan “ aku sayang adik”
Hari ini, untuk pertama kali nya dia melihat perut ibu nya tidak sebesar biasanya, tapi anehnya, ibu dan bapak nya selalu memusatkan perhatian kepada mahluk aneh di dalam selimut pink itu. Mereka berdua sudah tidak mempedulikan dirinya lagi seperti biasanya. Mereka berdua hanya asyik mengajak tertawa mahluk aneh dengan semua atribut pink yang menyebalkan itu.
Biasanya, ayah akan mentertawakan dia kalau dia sudah bisa melakukan hal baru, tapi kali ini boro boro ayah tertawa, melirik pun tidak. Dulu, ia bagaikan pelawak terkenal di dunia karena apa pun yang ia lakukan selalu membuat orang tuanya tertawa, tapi lain ceritanya hari ini. Bayangkan, hari ini untuk usianya yang sudah dua tahun untuk pertama kalinya dia bisa makan sendiri tanpa disuapi. Ia ingin menunjukkan hal ini kepada ayah ibu nya, tapi mereka hanya melihatnya kemudian tersenyum sambil berkata “ wah kakak hebat sudah bisa makan sendiri” setelah itu, mata mereka kembali ke mahluk aneh dalam selimut pink itu.
“Hrrrrh…..mahluk aneh itu tidak boleh merebut perhatian ayah ibu” anak laki laki kecil itu mulai mengerutkan bibir. “Aku harus ber aksi, supaya mereka memperhatikan ku lagi…Hrrrrh” dengan geram ia mulai berpikir melakukan sesuatu yang brutal untuk menarik perhatian mereka.
Maka mulai lah, persaingan yang ia buat sendiri hari ini. Dengan sembarang ia mulai mengambil apa saja yang ada di dekatnya dan mulai melempar lempar dengan sengaja supaya semuanya berantakan. Sekali ia berbuat, ibu nya mulai memperhatikan dirinya, tapi bukan dengan senyuman, hanya kalimat marah yang ia dengar “ kakak! Jangan nakal” Wah..berarti dengan cara ini aku bisa mendapat perhatian pikirnya, akhirnya untuk ke dua kalinya ia membuat kegaduhan lagi, kali ini dengan membanting pintu kemudian membukanya kemudian membanting nya lagi. Kali ini, ayahnya yang berteriak “kakak! Kenapa sih? Jangan main main pintu”
“kenapa?” kenapa ayahnya bertanya “kenapa?” Bukannya ini untuk mencuri perhatian mereka lagi? Tapi, kenapa di tanya “ kenapa?” ….anak laki laki kecil itu mulai bertanya dalam hatinya, “salah atau benar gak sih yang kulakukan hari ini?” Apakah aku sudah bukan pelawak terkenal lagi yang selalu membuat mereka tertawa, tetapi malah membuat mereka marah terus? Tapi, masa bodoh ah…yang penting aku akan meneruskan persaingan ku hari ini, untuk merebut perhatian mereka lagi dari mahluk aneh dalam selimut pink itu.

Minggu, 18 Januari 2009

Permainan Anak Anak

Meskipun ber badan kecil, anak berusia lima tahun itu termasuk anak yang mempunyai fisik kuat. Bayangkan, setiap hari ia ada di jalan, terkena panas maupun hujan, tanpa makan tanpa minum, tapi ia masih terus bersemangat.
Baginya, apa yang dia lakukan sekarang setiap hari adalah permainan. Permainan yang ia lakukan dengan sungguh sungguh. Orang orang bilang yang dia lakukan sekarang adalah “mencari nafkah”, tapi buat dia bukan mencari nafkah, tapi suatu rutinitas yang bisa dilakukan sambil bermain.
Semua berawal dari ia berumur satu setengah bulan, seumur itu memang dia belum mengerti apapun tapi, dia sudah sering merasakan panas kepanasan, dingin kedinginan. Abang yang sering menggendong waktu ia masih bayi berumur satu setengah bulan, saat itu baru berumur 6 tahun. Setelah di ajarkan singkat cara menggendong bayi, abang mencoba menggendong dirinya yang masih bayi. Pertama kali ia merasa tangan abang tidak kuat menggendong dirinya karena tangan abang kurus sekali untuk usianya yang masih 6 tahun , tapi lama kelamaan abang menjadi terbiasa. Bahkan sambil berlari pun abang bisa menggendong nya, abang sering berlari saat ada orang berseragam berlari mengejar. Biasanya abang lolos, tapi kadang juga ketangkap.
Sekarang ia sudah bukan bayi lagi tapi sudah menjadi anak berumur lima tahun, meskipun sudah berumur lima tahun, ia belum pernah belajar baca tulis. Dulu pernah saat dia kena tangkap juga sama petugas berseragam dia diajar membaca menulis. Tapi, masak iya sih dia gak boleh bermain lagi, jadi sembunyi sembunyi ia sering kabur, kembali ke permainan yang diajarkan “orang tuanya”. Ia kembali ber panas panas an atau ber hujan hujan, mendekati setiap mobil mewah yang lewat, mengetuk jendela mereka, kalau mereka tidak memperhatikan cukup tempelkan muka memelas di jendela mereka. Atau, menunggu di depan pusat perbelanjaan siapa tahu nyonya nyonya atau tuan tuan itu mau berbaik hati membagikan rejeki mereka. Yah, itulah permainan anak lima tahun berbadan kecil itu. Orang orang bilang ia “mencari nafkah”, tapi menurutnya..ia hanya bermain….

Rabu, 14 Januari 2009

Aku Harus Tegar ( Diary Ibu Penjual Sayur )

Saat yang lainnya masih terlelap aku sudah mempersiapkan gerobak sayurku. Tiga orang anak ku yang sepenuhnya menggantung kan harapan di pundak ku juga masih terlelap. Aku tidak sampai hati membangunkan mereka. Aku memang berjuang untuk kesejahteraan mereka.
Semua berawal saat ayah mereka pergi ke yang Maha Pencipta. Mulai dari saat itu, yang ada di benak ku hanya, aku harus tegar. Tentu saja aku harus tegar untuk kelangsungan rumah tangga ku, kalau bukan aku siapa lagi yang akan menjadi sandaran ke tiga anak ku?
Ibu ibu tetangga kiri kanan sering memujiku wanita tangguh. Wanita tangguh? Aku sendiri tidak pernah menganggap diriku sebegitu tangguhnya. Aku menjadi tangguh di mata mereka karena tuntutan hidup. Tuntutan hidup yang tidak bisa membuatku memilih selain aku harus tegar dan menjadi wanita tangguh.
Aku yakin, semua wanita pun bisa seperti ku jika tidak ada pilihan lain, hanya saja, yang aku sesali wanita lain menggunakan kelemahan mereka untuk bertahan hidup. Tapi, terserah lah dengan mereka, karena aku akan tetap menggunakan kekuatanku untuk tetap bertahan hidup.
Tidak peduli hujan atau panas yang sedang terjadi di atas bumi ini. Aku tidak bisa mengeluh karena tidak akan ada yang mau mendengarku. Aku akan tetap mendorong gerobak sayur ku demi sesuap nasi dan kesejahteraan keluargaku. Dan, hanya tiga kata ini yang selalu mendorong semangatku : aku harus tegar.

Minggu, 04 Januari 2009

Apa Yang Tidak Mungkin? (Diary Ibu Penjual Sayur)

Sayur…sayur….aku terus berteriak menjajakan barang dagangan ku. Aku tahu, panas sudah semakin terik, tapi aku harus terus berkeliling hari ini. Gerobak sayur ku belum kosong benar, masih ada sayur kangkung, buncis, dan kacang panjang yang sudah semakin layu. Aku tetap berharap ada yang mau membelinya.
Hari ini hari pertama ku kembali berkeliling untuk berjualan, seminggu kemarin aku benar benar tidak bisa keluar dari rumah. Aku harus menjaga cucu ku seharian suntuk. Waktu ku habis hanya untuk cucu ku yang baru berumur 1 minggu. Ingin rasanya aku mengeluh, kenapa bukan ibunya sendiri yang harus menjaga. Tapi, setiap aku melihat kondisi ibunya yang masih lemah, aku tidak tega menyuruhnya menjaga anak nya sendiri.
Anak ku melahirkan cucu ku 1 minggu yang lalu, kasihan sekali aku melihat kondisinya, air ketuban pecah tiba tiba, padahal usia kehamilannya baru 8 bulan.
Dengan motor pinjaman, aku dan menantu laki laki ku membawa anakku ke bidan untuk melahirkan. Tapi, bidan menolak, dengan alasan masih 8 bulan dan ada kelainan pada kehamilannya. Memang sih, aku tahu ini bukan hal yang normal, tapi aku memikirkan biaya bila harus kubawa ke rumah sakit.
Hhh…akhirnya dengan terpaksa kubawa anakku ke rumah sakit bersalin. Ternyata, selain akan lahir premature, cucu ku juga dalam posisi sungsang.
Sudahlah, aku semakin pasrah saja, meskipun harus di operasi. Aku tahu, seharusnya ini tanggung jawab suaminya, tapi, aku juga tahu suaminya tidak bisa membayar semua biaya. Dan, kadang itu yang menjadi penyesalanku kenapa dulu aku cepat cepat menyetujui pernikahan mereka padahal mereka berdua masih muda sekali. Belum sanggup mental jika harus menanggung beban seberat sekarang.
Naluri sebagai ibu mendorongku untuk mengesampingkan siapa yang harus bertanggung jawab. Yang penting, anak dan cucu ku selamat.
Masalah tidak berakhir setelah cucu ku lahir, aku baru tahu betapa repotnya mengurus sesuatu yang tidak normal. Cucu ku harus dirawat dengan biaya 250 ribu sehari. Oh Tuhan..aku tidak sanggup, akhirnya, setelah 3 hari ia kubawa pulang. Meskipun aku tahu tidak akan bisa memberikan fasilitas yang harus diberikan untuk bayi premature dengan berat 1,5 kg.
Dengan lampu seadanya, aku me manasi cucuku yang mungil. Semalam suntuk aku menjaganya.
Hingga hari ini, aku harus kembali berkeliling di terik matahari untuk mencari biaya merawat cucu ku. Mungkin terdengar sulit untuk menjadikan cucuku menjadi bayi montok. Tapi, apa sih yang tidak mungkin di dunia ini?Ada seorang Ibu langganan sayur ku mengatakan, ini rejeki ku, jangan ditolak dan jangan mengeluh. Hm..setelah kupikir memang sekarang cucuku ini belum terlihat nyata sebagai apa yang disebut rejeki. Tapi, aku harus terus berpikir positif, hal ini benar benar rejeki buatku. Karena , sekali lagi kukatakan…apa yang tidak mungkin di dunia ini?